7 Keutamaan Mempelajari Ilmu Agama
Segala puji hanya milik Allah subhana wata’ala, Yang telah memberikan karunia-Nya kepada kita. Shalawat serta salam mari kita curahkan kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam, teladan kita sepanjang hayat. Amma ba’du
Sesungguhnya Islam adalah agama yang tidak membiarkan umatnya dalam kebodohan, sehingga bukannya menimbulkan perbaikan, malah kerusakan. Islam adalah agama yang sempurna, dan sangat meninggikan ilmu, khususnya ilmu agama. Ini terbukti dari firman Allah dalam Al-Quran, sabda Rasululllah shallahu ‘alaihi wasallam, dan teladan para salafusshaleh (generasi pendahulu). Dan keutamaan mempelajari ilmu agama adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari Ilmu Adalah Wajib Bagi Muslim
Oleh karena bahaya akibat kebodohan yang begitu besar, maka agama Islam memberikan resep obat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Yaitu mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu. Dan hukum wajib berarti sesuatu yang harus dilakukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim.” [HR. Ibnu Majah, no.224)[1]
Dari hadits yang mulia ini didapatkan sebuah keterangan bahwasanya setiap orang yang bersyahadat, maka wajibnya baginya menuntut ilmu. Tentu kewajiban pertama adalah menuntut ilmu agama, yang dengannya ia dapat mengamalkan shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Dan barangsiapa yang tidak berlandaskan ilmu dalam beramal, maka bisa jadi amalannya tidak diterima.
2. Bukti Allah Memberikan Hidayah Kebaikan
Siapa yang tidak ingin diberikan hidayah oleh Allah subhana wata’ala, yang dengan hidayah kebaikan tersebut seorang muslim dapat terjaga dari kesesatan dan keburukan? Begitulah salah satu keutamaan orang yang mempelajari ilmu agama. Maka bagi mereka yang merasa jauh dari hidayah Allah, seharusnya bersegara mempelajari agama.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam)” (HR Bukhari no. 2948 dan Muslim no. 1037)
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalaani berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu lainnya.” (Fathul Baari (1/165)
3. Mereka Yang Berilmu Adalah Sumber Rujukan
Allah Ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Maka, bertanyalah kepada ahli dzikr jika kalian tidak tahu.” (QS. An Nahl (16): 43)
Ahli dzikri dalam ayat ini adalah bermakna Ahlul ‘Ilmi (ilmuwan), juga ahli Al Quran, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma[2]. Ini juga dimaksudkan bahwa semua ahli ilmu, bidang apapun, maka ia harus dijadikan rujukan pada bidangnya. Jika bertanya perihal mesin, maka tanyalah pada ahli permesinan. Jika perihal kesehatan badan, maka tanyalah pada dokter. Dan juga, secara khusus ayat ini juga menceritakan keunggulan Ahlul Quran, dan Adz Dzikr adalah nama lain dari Al Quran.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahmatullah ‘Alaih berkata:
“Secara umum, dalam ayat ini terdapat pujian terhadap ahlul ilmi (ilmuwan), dan jenis yang paling tinggi adalah pengetahuan terhadap Kitabullah (Al Quran). Maka, Allah memerintahkan orang yang tidak tahu untuk mengembalikan kepada mereka dalam berbagai urusan, dan di dalamnya juga terdapat pujian dan mentazkiyah (membanggakan) ahli ilmu, yakni ketika Allah memerintahkan untuk menanyai mereka. Dan, dengan hal itu dapat mengeluarkan orang bodoh dari sifat ikut-ikutan, dan menunjukkan bahwa Allah mengamanahkankan mereka atas wahyuNya dan kitabNya. Mereka juga diperintahkan untuk mentazkiyah para ulama dengan sifat-sifat yang baik. Sebaik-baiknya Ahludz Dzikr adalah ahlinya Al Quran Al ‘Azhim, merekalah ahli dzikri sebenarnya, dan mereka lebih utama disbanding selainnya dengan penamaan ini. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: (Kami menurunkan kepadamu Adz Dzikr) yaitu Al Quran yang di dalamnya terdapat peringatakan (Dzikr) yang dibutuhkan hamba-hamba Allah, berupa perkara agama dan dunia mereka, baik yang nampak maupun tersembunyi.” [3]
4. Allah Ta’ala Memerintahkan Agar Mentaati Ulama
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
“Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kalian.” (QS. An Nisa (4): 59)
Siapakah yang dimaksud ulil Amri dalam ayat ini? Berikut penjelasannya dalam Tafsir Ibnu Katsir,
“Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas (dan Ulil Amri di antara kalian) yakni ahli fiqh (ilmu) dan agama. Demikian pula kata Mujahid, ‘Atha, Al Hasan Al Bashri, dan Abul ‘Aliyah (dan Ulil Amri di antara kalian) yakni ulama. Dan zahirnya ayat ini –wallahu a’lam- bahwa semua makna ulil Amri adalah dari kalangan umara (penguasa) dan ulama (ilmuwan)”. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/345. Dar Ath Thayyibah)
Maka merekalah yang harus ditaati pada bidangnya masing-masing, karena mereka lebih tahu wilayah mereka. Ini adalah pujian dari Allah sekaligus perintah bagi orang-orang beriman. Dan syarat para ulama dan ilmuwan ditaati adalah ketika mereka tidak bertentangan dengan Alquran dan Hadits.
5. Derajat Mereka Ditinggikan oleh Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman:
فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah mengangkat derajat orang-orang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan.” (QS. Al Mujadillah (58): 11)
Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah angkat derajat orang beriman di atas orang tidak beriman bertingkat-tingkat, dan mengangkat derajat orang-orang yang diberikan ilmu di atas orang beriman bertingkat-tingkat, maka barangsiapa yang menggabungkan antara iman dan ilmu, maka dengan imannya Allah akan mengangkat derajatnya, kemudian dengan ilmunya Dia meninggikan derajatnya.” [4]
Terdapat kisah, di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri.[5]
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الذين يَعْلَمُونَ والذين لاَ يَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az Zumar (39): 9)
Dan wanita Anshar pun dipuji dan diberi kedudukan sebaik-baik wanita karena mereka tidak malu untuk bertanya tentang ilmu agama.
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah mengatakan:
”نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ”
“Sebaik-baiknya wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memahami agama.” (HR. Bukhari, Bab Al Haya’ Fil ‘Ilmi)
6. Jalan Menuju Surga dan Tidak Termasuk Yang Dilaknati
Maka barangsiapa yang ingin mendapatkan kemudahan menuju surga, maka segeralah mempelajari ilmu agama. Dari sana, kita dapat mengetahui yang halal dan haram, memilah mana yang prioritas dan tidak, dan mengamalkan yang benar dan yang menjauhi yang salah. Sehingga, dengan izin Allah, Allah mudahkan jalan baginya menuju surga-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu maka akan Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim No. 2699)[6]
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الدنيا ملعونةٌ ملعونٌ ما فيها إلا ذكر الله وما والاه وعالمٌ أو متعلمٌ
“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, dan terlaknatlah apa-apa yang ada di dalamnya, kecuali berdzikir kepada Allah dan apa-apa yang mendukungnya, orang berilmu, dan orang ang menuntut ilmu.” (HR. At Tirmidzi No. 2322, katanya: hasan gharib)[7]
7. Dimintakan Ampunan Oleh Penduduk Langit dan Bumi dan Merupakan Pewaris Para Nabi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena ridha terhadap penuntut ilmu, sesungguhnya orang yang berilmu akan dimintakan ampun oleh siapa saja yang di langit, di bumi, ikan-ikan yang di laut, sesungguhnya keutamaan orang berilmu di atas ahli ibadah seumpama keutamaan rembulan di malam purnama dibanding semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, mereka mewariskan ilmu, barang siapa yang mengambilnya maka ambillah dengan keuntungan yang banyak.” (HR. Abu Daud No. 36410)[8]
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” [9]
Penutup
Begitulah sedikit keutamaan dari mempelajari ilmu, dan perlu diingat bahwa ilmu yang paling mulia adalah ilmu perihal agama, maka pelajarilah. Namun keutamaan ini tidak menutup dalam mempelajari ilmu yang bermanfaat lainnya, seperti ilmu manajemen, ilmu kesehatan, ilmu keuangan, dan sebagainya.
Akhir kata, jadilah orang yang berilmu dan juga beriman. Berilmu tanpa iman, maka hidup tanpa arah, ilmu yang dimilikinya tidak memiliki panduan kearah kebaikan. Lihatlah koruptor, bukankah mereka itu orang pintar? Tapi imannya tipis, sehingga menjadi pintar tapi tidak benar. Sebaliknya, beriman tanpa ilmu, akan menjadi orang baik dan shalih, tapi tidak berdaya guna dan polos. Hidupnya hanya untuk dirinya sendiri, bahkan dia mudah diperdaya orang jahat.
Wallahu A’lam
[Banyak mengambil pelajaran dari : Ilmu dalam Perspektif Islam. Ustadz Farid Nu’man. Abuhudzaifi.multiply.com]
Footnote:
—————–
[1] HR. Ibnu Majah, no:224, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah
[2] Imam Al Qurthubi, Jami’ul Ahkam, 10/108. Cet. 1. 1420H-2000M. Muasasah Ar Risalah
[3] Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman, 1/441. Cet. 1, 1420H-2000M. Muasasah Ar Risalah
[4] Fathul Qadir, 7/175. Mauqi’ Ruh Al Islam
[5] Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa
[6] HR. Muslim No. 2699, At Tirmidzi No. 2689, Abu Daud No. 3641, Ibnu Majah No. 223, Ibnu Hibban No. 84, Ibnu Abi Syaibah, 118/6
[7] HR. At Tirmidzi No. 2322, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani menghasankan dalam Shahihul Jami’ No. 1609, Misykah Al Mashabih No. 5176
[8] HR. Abu Daud No. 3641, Ibnu Majah No. 223, Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6297
[9] Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin
Langganan:
Postingan (Atom)